Pemanfaatan NIK Nasabah oleh Penyedia Pinjaman Online akan Diperketat

DA - Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pemerintah akan memperbaiki regulasi pinjaman online (pinjol). Yusril mengatakan hal itu dilakukan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pemerintah memperbaiki aturan pinjaman online.

Hal itu disampaikan Yusril setelah memimpin rapat koordinasi tingkat menteri tentang pinjaman online di Kantor Kemenko Kumham Imipas, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2025). Menurut Yusril, aturan mengenai pinjaman online sudah ada, tetapi masih perlu harmonisasi.

NIK Nasabah oleh Penyedia Pinjaman Online

"Sebenarnya sudah ada sekarang ini, cuman perlu sinkronisasi dan pengaturan lebih detail di dalam bentuk sebuah peraturan pemerintah," katanya.

Yusril mengatakan pemerintah bakal memberi perlindungan kepada masyarakat agar tidak terjerat pinjaman online ilegal. Dia mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah menerbitkan izin 97 lembaga keuangan untuk pinjaman online sehingga lembaga di luar daftar OJK itu masuk ke dalam pinjaman online ilegal.

"Di luar itu adalah tidak sah, tidak berizin, ilegal dan karena itu aparat penegak hukum kepolisian dapat mengambil satu tindakan hukum yang tegas terhadap mereka lebih-lebih yang merugikan masyarakat kecil dan pemerintah sangat concern untuk memberikan perlindungan terhadap rakyat kita yang menjadi sasaran perlakuan sewenang-wenang atas penagihan pinjaman online yang dilakukan secara ilegal," ucapnya.

Yusril mengatakan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) turut terlibat mengawasi pinjaman online. Dia mengatakan Komdigi telah melakukan pemblokiran terhadap situs pinjol ilegal.

"Tadi Kementerian Komdigi juga hadir dalam rapat dan melaporkan bahwa kementerian tersebut juga sudah mengambil satu langkah hukum dan langkah preventif, memblokir web dari perusahaan-perusahaan pinjaman online yang tidak berizin," ucapnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang ikut dalam rapat, mengatakan pihaknya akan terlibat dalam perbaikan regulasi pinjaman online. Tito mengatakan Kemendagri meminta pemda melakukan sosialisasi agar warga tidak terjerat pinjaman online ilegal.

"Tentu kita akan juga ikut masuk ke dalam substansi pada waktu penyusunan regulasi atau evaluasi regulasi, terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas Kemendagri, di antaranya juga masalah sosialisasi pencegahan, yang melibatkan pemda-pemda, desa-desa, supaya masyarakat bisa memilih pinjaman online yang sah," kata Tito.

Tito kemudian mengatakan salah satu yang akan diperketat ialah penggunaan data pribadi yang bersumber dari nomor induk kependudukan (NIK). Dia menyebut Kemendagri telah membuat sistem yang ketat untuk mengamankan data NIK, namun kebocoran bisa terjadi lewat user seperti aplikasi pinjol. Diketahui, pengguna pinjol biasanya diminta menyertakan NIK saat mendaftar.

"Perlindungan data pribadi itu menjadi salah satu amanat dari tuntutan itu, kami melihat dalam sistemnya, itu basis yang paling utama digunakan adalah datanya Dukcapil Kemendagri, NIK. Nah, ini kita selama ini menggunakan standardisasi sistem security yang cukup kuat, tapi kebocoran biasanya di usernya yang kerja sama," katanya.

Dia mengatakan aplikasi pinjol harus memenuhi standar perlindungan data pribadi. Dia menyebutkan user data NIK yang tak mematuhi aturan akan diberi sanksi.

"Kami akan memberikan warning supaya menggunakan standardisasi data, sistem data yang sudah standar ISO 27000, kalau seandainya terjadi kebocoran ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2002 yang nah ini ada sanksinya bagi yang membocorkan data pribadi, termasuk penyelenggara online yang menggunakan data pribadi kliennya untuk yang lain itu yang dipermasalahkan selama ini," ujarnya.

Tito mengatakan pihaknya akan meninjau ulang kerja sama dengan berbagai lembaga yang terbukti lalai dan membocorkan data NIK. Dia mengatakan gugatan terhadap pemerintah terkait pinjol itu salah satunya dipicu data pengguna aplikasi pinjol malah digunakan oleh pihak aplikasi untuk hal lain.

"Jadi ada yang penyelenggara pinjol yang menggunakan data yang masuk ke dia, itu digunakan untuk penyelenggara lain, itu yang menjadi keberatan dan diputuskan oleh Mahkamah Agung, oleh karena itulah nanti kami dengan kerja sama dengan pengguna jasa termasuk keuangan. Dalam kerja sama kami akan perkuat, kalau terjadi kebocoran, maka kami akan putus hubungan, dan dia kena sanksi hukum dan tadi saya sampaikan sebenarnya sanksinya bisa administrasi juga denda, dan bisa pidana ini domainnya penegak hukum," jelasnya.

Sebagai informasi, gugatan terhadap pemerintah ini diajukan oleh 19 pemohon ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2021. Perkara itu bernomor 689/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst.

Termohon dalam perkara ini ialah Presiden RI sebagai tergugat I, Wapres sebagai tergugat II, Ketua DPR sebagai tergugat III, Menkominfo (sekarang Menkomdigi) sebagai tergugat IV dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku tergugat V.

Pada intinya, para pemohon meminta pengadilan menyatakan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. Pemohon meminta para tergugat membuat peraturan yang menjamin perlindungan hukum hak asasi manusia bagi seluruh pengguna aplikasi pinjaman online dan masyarakat.

PN Jakpus dan Pengadilan Tinggi Jakarta menolak gugatan itu. Pemohon pun mengajukan kasasi ke MA.

Hasilnya, MA mengabulkan gugatan mereka pada April 2024. Putusan perkara kasasi nomor 1206 K/Pdt/2024 itu diketok oleh majelis kasasi yang diketuai Takdir Rahmadi dengan anggota Pri Pambudi Teguh dan Lucas Prakoso. Pada intinya, MA memerintahkan para tergugat untuk membuat peraturan yang menjamin perlindungan pengguna pinjol.

Berdasarkan situs SIPP PN Jakpus, Ketua DPR dan Ketua Dewan Komisioner OJK telah mengajukan PK atas putusan itu. Memori PK diterima pengadilan pada Januari 2025.[Detik.com]

Lebih baru Lebih lama